Senin, 30 Mei 2016

MENINGKATKAN MORALITAS GENERASI PENERUS BANGSA DENGAN TIGA LINGKUNGAN PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL, DAN INFORMAL

TUGAS ARTIKEL
ARTIKEL YANG BERTEMA “TINGKATKAN MORALITAS GENERASI PENERUS BANGSA DENGAN KEBERMAKNAAN TIAP PEMBELAJARAN, FORMAL, NON FORMAL, DAN INFORMAL”
diajukan untuk memenuhi salah satu mata kuliah Penulisan editorial dan opini



Oleh
SUMYATI
NMP 882010112093

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS WIRALODRA
INDRAMAYU
2016

MENINGKATKAN MORALITAS GENERASI PENERUS BANGSA DENGAN TIGA LINGKUNGAN PENDIDIKAN FORMAL, NON FORMAL, DAN INFORMAL


Cara meningkatkan moralitas generasi penerus bangsa dengan melihat tripusat pendidikan yaitu manusia sepanjang hidupnya selalu akan menerima pengaruh dari tiga lingkungan pendidikan yang utama yakni keluarga, sekolah, dan masyarakat dan ketiganya disebut tripusat pendidikan. Lingkungan pendidikan yang mula-mula tetapi terpenting adalah keluarga. Pada masyarakat yang masih sederhana dengan struktur sosial yang belum kompleks, cakrawala anak sebagaian besar masih terbatas pada keluarga. Pada masyarakat tersebut keluarga mempunyai dua fungsi: Fungsi produksi dan fungsi konsumsi. Kedua fungsi itu mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap anak.
Kehidupan masa depan anak pada masyarakat tradisional umum tidak jauh berbeda dengan kehidupan orang tuanya. Pada masyarakat tersebut, orang tua mengajar pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan untuk hidup; orang tua pula yang melatih dan memberi petunjuk tentang berbagai aspek kehidupan, sampai anak menjadi dewasa dan berdiri sendiri. Tetapi pada masyarakat modern di mana industrialisasi semakin berkembang dan memerlukan spesialisasi, maka pendidikan yang semula menjadi tanggung jawab keluarga itu kini sebagian besar diambil alih oleh sekolah dan lembaga-lembaga sosial lainnya.
Pada tingkat yang paling permulaan fungsi ibu sebagai sudah diambil alih oleh pendidikan prasekolah. Pada tingkat spesialisasi yang rumit, pendidikan keterampilan sudah tidak berada pada ayah lagi sebab sudah diambil alih oleh sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Bahkan fungsi pembentukan watak dan sikap mental pada masyarakat modern berangsur-angsur diambil alih oleh sekolah dan organisasi sosial lainnya seperti perkumpulan pemuda dan pramuka, lembaga-lembaga keagamaan, media massa, dan sebagainya.Peranan lingkungan sangat berpengaruh terhadap kemajuan dan prestasi pendidikan. Hal ini dikarenakan setiap individu yang terlibat dalam proses pendidikan saling berinteraksi menjadi satu kesatuan dengan lingkungannya.
Lingkungan pendidikan sendiri dapat dibedakan menjadi 3 macam yaitu:
1.     pendidikan Formal
2.     pendidikan Informal
3.     pendidikan Non Formal
Pendidikan dalam lingkungan keluarga memiliki peranan penting terhadap perkembangan anak. Orang tua bertanggung jawab terhadap semua peningkatan dan kemajuan pendidikan anak-anaknya. Begitu juga dengan lingkungan sekolah, disana para guru bertanggung jawab terhadap kemajuan prestasi anak didiknya. Selain lingkungan keluarga dan sekolah, lingkungan masyarakat juga sangat berperan penting dalam peningkatan prestasi anak didik yaitu dengan peran sertanya dalam pendidikan luar sekolah.
Pendidikan merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi oleh setiap individu, baik anak-anak, dewasa maupun orang tua. Ada istilah mengatakan “tidak ada kata terlambat untuk belajar” Betapa penting dan perlunya pendidikan itu bagi anak-anak. Dan jelaslah pula mengapa anak-anak itu harus mendapat pendidikan. “Pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulannya dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan”. “Pendidikan ialah pimpinan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa kepada anak-anak, dalam pertumbuhannya (jasmani dan rohani) agar berguna bagi diri sendiri dan bagi masyarakat”.

Lingkungan adalah kesatuan tempat dan unsur yang membentuk dan mendukung suatu komunitas baik kecil maupun besar yang menjadi pendukung hidup dalam kehidupan suatu makhluk hidup. Lingkungan dapat berupa biotik (hidup) maupun abiotik (tak hidup). Selain unsur yang nampak ada juga unsur yang tidak nampak seperti sifat, kelakuan, pola pikir, ideolodi, keyakinan, dan sebagainya. Selain itu lingkungan dapat diartikan pula sebagai tempat berkumpulnya satu individu dengna individu lainnya.
1.     Lingkungan Formal ( Sekolah)
Lingkungan formal adalah lingkungan tempat berkumpulnya individu satu dengan individu lain di sebuah tempat belajar/sekolah. Di antara tiga pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang secara sengaja dirancang untuk melaksanakan pendidikan. Seperti telah dikemukakan bahwa karena kemajuan zaman, keluarga tidak mungkin lagi memenuhi seluruh kebutuhan dan aspirasi generasi muda terhadap iptek. Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peranan sekolah dalam mempersiapkan generasi muda sebelum masuk dalam proses pembangunan masyarakat itu.
Dari sisi lain, sekolah juga menerima banyak kritik atas berbagai kelemahan dan kekurangannya, yang mencapai puncaknya dengan gagasan Ivan Illich untuk membebaskan masyarakat dari wajib sekolah dengan buku yang terkenal Bebas dari Sekolah. Meskipun gagasan itu belum dapat diwujudkannya, termasuk di negara Meksiko, namun kritik terhadap sekolah patut mendapat perhatian.
Oleh karena itu, kajian ini terutama diarahkan kepada pencarian berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan peranan dan fungsi sekolah untuk tantangan. Asumsi kajian ini adalah sekolah harus diupayakan sedemikian rupa agar mencerminkan suatu masyarakat Indonesia di masa depan itu, sehingga peserta didik memperoleh peluang yang optimal dalam menyiapkan diri untuk melaksanakannya peran itu. Oleh karena itu, sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia Indonesia sebagai individu, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa depan.
2.     Lingkungan Non Formal (Keluarga)
Lingkungan Non Formal adalah lungkungan atau tempat berkumpulnya individu satu dengan individu lainnya dalam satu keluarga. Keluarga merupakan pengelompokan primer yang terdiri dari sejumlah kecil orang karena hubungan semenda dan sedarah. Keluarga dapat berbentuk inti maupun keluarga yang diperluas . Pada umumnya jenis kedualah yang banyak ditemui dalam masyarakat Indonesia. Meskipun ibu merupakan anggota keluarga yang mula-mula paling berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak, namun pada akhirnya seluruh anggota keluarga itu ikut berinteraksi dengan anak.
Di samping faktor iklim sosial itu, faktor-faktor lain dalam keluarga itu ikut pula mempengaruhi tumbuh kembangnya anak, seperti kebudayaan, tingkat kemakmuran, keadaan perumahannya, dan sebaginya. Dengan kata lain, tumbuh kembang anak dipengaruhi oleh keseluruhan situasi dan kondisi keluarga.
3.     Lingkungan Informal (Masyrakat)
Lingkungan Informal adalah lingkungan atau tempat berkumpulnya individu satu dengan individu lainnya dalam satu lingkungan, baik dalam lingkungan desa satu ataupun dengan desa lainnya. Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi yaitu:
a.      masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik dilembagakan maupun yang tidak dilembagakan.
b.     Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peranan dan fungsi edukatif.
c.      Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang dimanfaatkan. Perlu pula diingat bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja, bergaul, dan sebagainya.
Masalah-Masalah Yang Mempengaruhi dalam Lingkungan Pendidikan
a.      Masalah pendidikan Formal
Pendidikan formal umumnya didirikan oleh pemerintah atau lembaga tertentu yang berkompeten dalam bidang pendidikan. Contohnya Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan seterusnya. Pendidikan formal ini selain didirikan oleh pihak pemerintah juga didirikan pula oleh Pihak Swasta. Keberadaan pihak swasta menjadikan pendidikan formal semakin mudah untuk didapat.Dari keberadaan pendidikan formal, masalah yang sering muncul adalah kurangnya tenaga pendidik yang profesional. Banyak para guru dalam mengajar tidak menggunakan metode pengajaran yang baik dan kurangnya jiwa pendidik, mereka hanya bisa mengajar tapi tidak bisa mendidik.
b.     Masalah Pendidikan Non Formal
Pendidikan Non Formal berada dalam lingkungan keluarga. Baik buruknya pendidikan keluarga ditentukan oleh kepala keluarga masing-masing dalam memanajemen keluarganya. Masalah yang sering muncul dalam lingkungan pendidikan non formal adalah kurangnya perhatian keluarga kepada anak, minimnya keadaan keuangan keluarga sehingga banyak anak-anak mereka yang tidak mampu mengenyam pendidikan tinggi.
c.      Masalah Lingkungan Pendidikan Informal
Pendidikan informal adalah pendidikan yang diselenggarakan oleh masyarakat, selain yang bentuknya formal ada juga yang tidak formal. Masalah yang sring terjadi dalam pendidikan informal adalah kurangnya kesadaran masyarakat tentang pemahaman pendidikan, sehingga pergaulan dalam masyarakat menjadi rudak dan individu tersebut tidak bisa mengartikan betapa pentingnya pendidikan bagi dirinya sendiri kelak maupun bagi masyarakat sekitar.
Pengaruh Lingkungan Formal, Informal dan Non Formal terhadap Lingkungan Pendidikan
a.      Pengaruh Lingkungan Formal
Lingkungan sekolah, sangat berperan pada individu tersebut dimana ia bisa belajar dari mulai usai 4 tahun hingga 23 tahun atau dari mulai TK sampai Perguruan Tinggi. Dari guru atau sekolah individu dapat menerima berbagai pelajaran yang nantinya dapat digunakan untuk bergaul dalam lingkungan masyarakat. Pelajaran di sekolah baik yang pelajaran teori maupun praktek akan sangat bermanfaat bagi perkembangan individu di dalam lingkungan non formal dan informal.
Dalam lingkungan pendidikan formal ini seorang individu akan diajarkan banyak sekali pengetahuan yang belum pernah ia miliki, dari pengetahuan pribadi, sosial, keagamaan sampai ke pengetahuan yang berasal dari luar kebudayaannya. Di sini seorang individu akan mendapat pengakuan dan legalitas dengan didapatkannya surat tanda tamat belajar setelah ia berhasil melewati proses pembelajaran dengan kurun waktu tertentu.
Dengan pendidikan yang di dapatkan dari sekolah , seorang anak akan menjadi cerdas emosinya. Kecerdasan emosi adalah bekal terpenting dalam mempersiapkan anak menyongsong masa depan, karena dengannya seseorang akan dapat berhasil dalam menghadapi segala macam tantangan, termasuk tantangan untuk berhasil secara akademis.
Sebuah buku yang baru terbit berjudul Emotional Intelligence and School Success (Joseph Zins, et.al, 2001) mengkompilasikan berbagai hasil penelitian tentang pengaruh positif kecerdasan emosi anak terhadap keberhasilan di sekolah. Dikatakan bahwa ada sederet faktor-faktor resiko penyebab kegagalan anak di sekolah. Faktor-faktor resiko yang disebutkan ternyata bukan terletak pada kecerdasan otak, tetapi pada karakter, yaitu rasa percaya diri, kemampuan bekerja sama, kemampuan bergaul, kemampuan berkonsentrasi, rasa empati, dan kemampuan berkomunikasi. Hal ini sesuai dengan pendapat Daniel Goleman tentang keberhasilan seseorang di masyarakat, ternyata 80 persen dipengaruhi oleh kecerdasan emosi, dan hanya 20 persen ditentukan oleh kecerdasan otak (IQ).
Anak-anak yang mempunyai masalah dalam kecerdasan emosinya, akan mengalami kesulitan belajar, bergaul dan tidak dapat mengontrol emosinya. Anak-anak yang bermasalah ini sudah dapat dilihat sejak usia pra-sekolah, dan kalau tidak ditangani akan terbawa sampai usia dewasa. Sebaliknya para remaja yang berkarakter atau mempunyai kecerdasan emosi tinggi akan terhindar dari masalah-masalah umum yang dihadapi oleh remaja seperti kenakalan, tawuran, narkoba, miras, perilaku seks bebas, dan sebagainya.
Pendidikan karakter di sekolah sangat diperlukan, walaupun dasar dari pendidikan karakter adalah di dalam keluarga. Kalau seorang anak mendapatkan pendidikan karakter yang baik dari keluarganya, anak tersebut akan berkarakter baik selanjutnya. Namun banyak orang tua yang lebih mementingkan aspek kecerdasan otak ketimbang pendidikan karakter. Selain itu. Daniel Goleman juga mengatakan bahwa banyak orang tua yang gagal dalam mendidik karakter anak-anaknya entah karena kesibukan atau karena lebih mementingkan aspek kognitif anak. Namun ini semua dapat dikoreksi dengan memberikan pendidikan karakter di sekolah.
Namun masalah, kebijakan pendidikan di Indonesia juga lebih mementingkan aspek kecerdasan otak, dan hanya baru-baru ini saja pentingnya pendidikan budi pekerti menjadi bahan pembicaraan ramai. Ada yang mengatakan bahwa kurikulum pendidikan di Indonesia dibuat hanya cocok untuk diberikan pada 10-20 persen otak-otak terbaik. Artinya sebagian besar anak sekolah (80-90 persen) tidak dapat mengikuti kurikulum pelajaran di sekolah. Akibatnya sejak usia dini, sebagian besar anak-anak akan merasa “bodoh” karena kesulitan menyesuaikan dengan kurikulum yang ada. Ditambah lagi dengan adanya sistem ranking yang telah “memvonis” anak-anak yang tidak masuk “10 besar”, sebagai anak yang kurang pandai. Sistem seperti ini tentunya berpengaruh negatif terhadap usaha membangun karakter, dimana sejak dini anak-anak justru sudah “dibunuh” rasa percaya dirinya. Rasa tidak mampu yang berkepanjangan yang akan membentuk pribadi yang tidak percaya diri, akan menimbulkan stress berkepanjangan. Pada usia remaja biasanya keadaan ini akan mendorong remaja berperilaku negatif. Maka, tidak heran kalau kita lihat perilaku remaja kita yang senang tawuran, terlibat kriminalitas, putus sekolah.
b.     Pengaruh Lingkung Non formal
Para ahli, baik Piaget maupun Kohlberg (Papalia, et.al, 1998; Parke dan Hetherington, 1994; Santrock, 1999; Singgih, 1991; Rice, 1993) nampaknya sependapat bahwa orang tua mempunya peran besar bagi pembentukan dan perkembangan moral seorang anak. Tanggunga jawab orang tua untuk menanamkan nilai-nilai moral, etika, budi pekerti bahkan nilai religiusitas sejak dini kepada anak-anaknya akan membekas di dalam hati sanubarinya. John Locke mengibaratkan bahwa hati dan otak pada diri seorang anak masih berupa lembaran kertas kosong putih bersih (tabula rasa). Lembaran itu masih bersifat murni, sehingga apapun yang terisi di atas lembaran itu sangat tergantung dari orang tua bagaimana ia menulis, mencoret, menggambar atau mewarnainya. Sementara itu, mendidik dan membimbing anak pun merupakan sebuah seni tersendiri. Tergantung bagaimana tipe pola asuh yang dipergunakan oleh orang tua dalam membimbing anak-anaknya, apakah ia menggunakan pola asuh otoriter, permisif, demokratis, atau situasional.
Demikian pula, pendidikan yang telah diterima sejak masa anak-anak akan mempengaruhi pola piker dan perilaku dalam diri remaja. Karena itu, tidak bias diabaikan peran dan tanggung jawab orang tua, yang kemudian mendapat pengaruh dari lingkungan pendidikan (sekolah), media masa, maupun situasi social politik Negara. Seorang psikolog yang mendirikan aliran ekologis. Urie Brofenbrenner mengungkap bahwa microsystem, mesosystem, exosystem, macrosystem, dan cronosystem, memang mempengaruhi pola piker, dan perilau individu, termasuk moralitasnya (Papalia, Olds dan Feldman, 1998;2001). Hal ini memang tergantung individu sejauh mana ia menyikapi semua system tersebut. Makin terampil dalam menyerap nilai-nilai positif dan menjauhi nilai-nilai negative, maka makin baik pula ia dalam menerapkan nilai-nilai moral itu dalam kehidupan bermasyarakat.
Di dalam keluarga individu dididik untuk menjadi seorang anak yang baik, yang tahu sopan santun dan etika serta mempunyai moral sifat yang terpuji. Selain dari keluarga pendidikan etika dan moral ini diperoleh juga dari pendidikan formal di sekolah dan pendidikan informal di masyarakat.
Dari mulai lahir seorang anak akan didik dalam lingkungan keluarga (non formal) dari yang tidak mengerti menjadi mengerti dan seterusnya hingga mereka dapat mengerti benar tentang bagaimana cara hidup yang baik, berprilaku dan bersopan santun. Selanjutnya seorang individu akan memasuki pendidikan Formal setelah mengalami penggembelengan dalam lingkungan pendidikan keluarga.
c.      Pengaruh Lingkungan Informal
Lingkungan pendidikan yang ketiga yang tidak kalah penting dan menjadi penentu berhasil tidaknya pendidikan pada lingkungan pendidikan non formal dan formal adalah pendidikan informal (pendidikan masyarakat). Di sini mereka akan bergaul langsung dengan masyarakat yang mempunyai beraneka ragam sifat dan kepribadian. Mereka dituntut untuk bisa mengaplikasikan hasil dari pendidikan keluarga dan sekolah. Di dalam lingkungan pendidikan informal seorang individu akan diberikan pembelajaran mengenai bagaimana menentukan sikap, bermusyawarah dan sebagainya.
Pendidikan innformal adalah pendidikan yang dilakukan secara teratur, dengan sadar dilakukan, tetapi tidak terlalu ketat mengikuti peraturan-peraturan yang tetap¸ seperti pada pendidikan formal di sekolah. Karena pendidikan informal pada umumnya dilaksanakkan tidak dalam lingkungan fasik sekolah, maka pendidikan informal diidentik dengan pendidikan luar sekolah. Oleh karena itu pendidikan informal dilakukan diluar sekolah, maka sasasran pokok adalah angota masyarakat.
Sebab itu program pendidikan informal harus dibuat sedermikian rupa agar bersifat luess tetapi lugas, mnamun tetap menarik minap para konsumen pendidikan. Berdasakan penelitian dilapangan, pendidikan informal sangat dibutuhakan oleh angota masyarat yang belum sempat mendapat kesempatan untuk mengikuti pendidikan formal karena sudah perlanjur lewat umur atau terpaksa putus sekolah, karena suatu hal. Akhirnyan tujuan terpenting dari pendidikan informal adalah program-program yang didasarkan kepada masyarakat harus sejalan dan trintegrasi dengan program-program pembagunan yang di butuhkan oleh rakyat.
Ketiga lingkungan pendidikan baik Formal, Non Formal dan Informal sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan dan keberhasilan pendidikan seorang individu. Dari uraian di atas jelas pembelajaran yang didapatkan dari seorang individu tidak hanya berasal dari satu lingkungan pendidikan saja, melainkan dari ketiga lingkungan pendidikan sehingga antara yang satu dengan yang lain saling menyempurnakan dan akhirnya akan menghasilkan didikan yang ideal atau dalam istilah lain akan dihasilkan seorang insan kamil (manusia yang sempurna yang berguna bagi bangsa dan agama).

Indramayu, 30 Mei 2016. Posted by Sumyati




Tidak ada komentar:

Posting Komentar