TUGAS
ARTIKEL
ARTIKEL TENTANG “PENDIDIKAN TAK SEJAJAR DENGAN MORAL”
diajukan untuk memenuhi salah satu mata
kuliah Penulisan editorial dan opini
Oleh
SUMYATI
NPM 882010112093
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
WIRALODRA
INDRAMAYU
2016
PENDIDIKAN TAK SEJAJAR DENGAN MORAL
Pendidikan Agama telah diwajibkan di sekolah, lantas
mengapa kemerosotan moral, atau setidaknya tingkah laku siswa yang
"amoral" masih saja terjadi? Apakah pendidikan agama harus
dihapuskan? Nampaknya mempertahankan pelaksanaan pendidikan agama di
sekolah-sekolah akan jauh lebih baik daripada menghapuskannya. Pendidikan agama
akan dapat ikut menanggulangi serta memberi prevensi terhadap masalah moralitas
bangsa.
Pendidikan moral adalah pendidikan keteladanan. Tanpa
keteladanan dan panutan, moral akan semakin pudar. Akhir-akhir ini kalangan
birokrat, pendidik, orangtua, dan generasi muda Indonesia resah, khawatir, dan
kecewa karena adanya krisis keteladanan. Peristiwa yang terjadi
berapa waktu terakhir menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mengalami krisis.
Mulai dari krisis ekonomi, identitas, sampai dengan krisis moral. Identifikasi
penggunaan kekerasan dalam upaya mendirikan Negara Islam di Indonesia,
misalnya, menjadikan masalah yang bersifat sangat segera untuk diatasi. Bermula
dari penanaman ideologi dan kepercayaan pada satu bidang kepercayaan tertentu
dari agama Islam, di halalkanlah berbagai cara untuk mewujudkan tujuan, pencabulan anak dibawah umur bahkan pelakunya seorang
pendidik, tindakan bully terhadap teman, dan terutama sekarang yang lagi marak itu kejahatan seksual pada anak
dibawah umur yang bernotabennya para pelajar baik SD, SMP, dan SMA.
Dimanakah
akar kekerasan dan kejahatan kolektif semacam itu? Apakah sebagian masyarakat
kita tengah mengalami krisis identitas diri yang bermuara pada krisis moral dan
spiritual? Bangsa Indonesia mulai tercabut
dari akar kepribadian, bangsa Indonesia tidak lagi berkarakter. Berbedakah
dengan jaman dahulu, apakah jaman dahulu lebih baik dari saat ini?
Pertanyaan-pertanyan tersebut muncul
karena tindakan masyarakat saat ini tidak rasional, dan ambang batas toleransi
masyarakat dalam menghadapi persoalan sangat tipis sekali. Hal-hal kecil dan
sepele tidak jarang menyulut kekerasan kolektif ratusan bahkan ribuan massa,
dan tidak jarang menimbulkan korban yang tidak sedikit. Pada sisi lain
semakin transparannya KKN dalam kehidupan pemerintahan mengindikasikan bahwa
selain masyarakat, ternyata pemerintah yang menjadi panutan warga Negara dalam
berperilaku juga telah kehilangan legitimasi akhlak.
Sampai
dengan saat ini, paling tidak sistem pendidikan nasional bangsa Indonesia masih
menyisakan persoalan-persoalan yang terkait dengan pemerataan kesempatan, mutu,
relevansi, dan efisiensi. Begitu pun aspek Iain yang juga masih terkait dengan
pendidikan, seperti kemerosotan akhlak dan moral masyarakat Indonesia. Beberapa
indikatornya adalah masih banyaknya tawuran di berbagai tempat, pengedaran dan
konsumsi narkoba, penyebaran HIV/AIDS, human traficking, pencabulan yang dilakukan oleh pendidik, tindakan bully terhadap teman, dan terutama
sekarang yang lagi marak itu kejahatan seksual pada anak dibawah umur yang
bernotabennya para pelajar baik SD, SMP, dan SMA.
Beberapa kasus di Indonesia membuktikan bahwa pendidikan
tak sejajar dengan moral antara lain.
1.
Kasus
tindakan bully yang dilakukan siswa tingkat SD di Sumatera barat, yaitu
tindakan Siswa SD yang menampar, memukul, dan menerjang teman sekelasnya. Dilihat
dari kasus itu jelas bahwa pendidikan itu tidak sejajr dengan moral.
2.
Kasus
kejahatan seksual yang mengakibatkan korban meninggal, yaitu kasus Yuyun Pelajar
SMP yang meninggal setelah 14 pemuda yang memperkosanya beramai-ramai dan
kemudian membunuhnya dan pelakunya adalah pelajar. Kejadian itu terjadi di Padang
Ulak Tanding, kabupaten Rejang Lebong, Bengkulu.
3.
Kasus
puluhan pelajar di Kabupaten Kendal yang melakukan pesta seks usai mengikuti
ujian nasional (unas).
4.
Jawa
Timur dihebohkan dengan kasus siswi pelajar SMA yang melelang keperawanannya.
Gadis 17 tahun, sebut saja Mawar, itu menjual kegadisannya melalui seorang
rekan seharga Rp 500.000.
5.
Tawuran
antar pelajar kembali terjadi di wilayah Kabupaten Bogor, Jawa Barat antara SMA
Wiyata Karisma dengan SMK Mensin di Kecamatan Kemang hingga menewaskan satu
orang.
6.
Setelah
diselidiki oleh polisi indramayu konsumen
Miras Oplosan di Indramayu Remaja 14-18 Tahun. Masyarakat yang mengonsumsi tuak
di Indramayu ternyata didominasi oleh remaja. Sekitar 85 persen pembeli tuak di
sejumlah lokasi perdagang miras adalah remaja dengan usia 14 hingga 18 tahun. Remaja
tersebut masih berstatus pelajar atau juga putus sekolah. Salah satu penjual
miras di Indramayu, NA (30) selama ini banyak remaja yang menjadi konsumennya.
Tidak sekadar meminum tuak, mereka juga kerap mengoplos tuak dengan berbagai
zat. Sebut saja minuman suplemen atau bahkan lotion obat nyamuk. Hal ini yang akhirnya
membuat banyak pemuda yang tewas karena miras oplosan.
7.
Pesta
miras di kuburan Blok Gabugan Wetan, Desa Tegalwangi, Kec Weru, Kab
Cirebon, Senin (7/3) lalu, sudah menewaskan 3 orang.
Ketiganya Nendy (17), yang meninggal Selasa pagi (8/3), Sanipan
alias Ipan (19) dan Supriyanto (19) yang meninggal Rabu (9/3). Ketiganya warga
Desa Tegalwangi. Ketiganya meninggal di RSUD Arjawinangun setelah mengalami
muntah-muntah dan kejang usai menenggak ciu yang dicampur dengan minuman jeruk.
Mereka memulai pesta miras sejak pukul 17.00. Ada 14 orang yang rata-rata masih
ABG mengikuti pesta miras pada malam itu.Dari peserta pesta miras itu ada 2
perempuan yang masih berstatus pelajar SMP, yakni Diana (15) pelajar kelas 2
SMP dan Fina yang berusia 17 tahun.
Dari penjelasan dan kasus diatas jelas bahwa pendidikan tidak
sejajar dengan moral, lantas dalam hal ini siapa yang disalahkan? Apakah seorang
guru yang kurang mendidik siswanya? Apakah orang tua kurang mendidik anaknya
pada saat lepas dari sekolah? Apakah siswanya yang harus disalahkan?
Indramayu, 17 Mei 2016. Posted by Sumyati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar